Dema KM Fisipol UGM

Mari kita bicara soal pendidikan di Indonesia dengan mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pendidikan dan konsep pendidikan nasional.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (bapak pendidikan nasional), pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya.[1] Beliau mengusung konsep pendidikan nasional dengan mengedepankan tiga faktor, yaitu: ‘ngerti (aspek kognitif), ‘ngrasa’ (aspek afektif), dan ‘nglakoni’ (aspek psikomotorik).[2] Dan yang terpenting, beliau mengusung pendidikan nasional dengan konsep penguatan penanaman nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa sendiri secara masif dalam kehidupan anak didik tanpa mengesampingkan proses humanisasi. Namun yang terjadi di Indonesia adalah proses pendidikan seringkali mengesampingkan proses humanisasi.

Dari penjelasan singkat ini, kami memiliki asumsi: pendidikan adalah suatu hal yangpenting gak penting. Bagaimana bisa?

Tetap tenang. Silakan baca tulisan ini sampai usai.

Seruan Untuk Perubahan.

Ada pepatah mengatakan: “TK di sodomiSD bunuh orang, SMP bikin video bokep, SMA/K tawuran, Kuliah di bully senior sampai mati. Serukan belajar di Indonesia?” 

Inilah gambaran kecil pendidikan nasional yang cukup membuat Pak SBY dan seluruh rakyat merasa prihatin. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini mengharuskan setiap dari kita berhati-hati dan selalu waspada; siapa tahu orang-orang terdekat kita atau malah kita bisa saja menjadi korban keganasan sistem pendidikan nasional. Andai saja Ki Hadjar Dewantara masih hidup, pastinya beliau akan berduka-cita. Pendidikan yang menjadi cita-cita beliau -membentuk anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin. Luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya, tentunya berdasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan- telah disalahartikan.

Ini adalah kejahatan tak termaafkan dalam dunia pendidikan. Lembaga pendidikan telah membiarkan anak didiknya menjadi korban-korban keganasan sistem pendidikan. Saat ini…, sekarang juga…. dengan lantang kami menyerukan melalui toa:

“Wahai Bapak/Ibu Kementrian Pendidikan Nasional, tenaga pendidik dan seluruh pihak terkait dalam proses pendidikan nasionalTolong didik kami bukan untuk menjadi kelinci percobaan. Tolong untuk tidak mendidik kami menjadi bisu dan dungu. Kami manusia yang punya keluarga, sahabat dan pacar. Mereka sayang kami, begitupun kami menyayangi mereka. Kami ingin berkembang menjadi manusia seutuhnya, bukan menjadi manusia seadanya. Tempat yang paling tepat untuk kami belajar bukan di Universitas Gadjah Mada, bukan juga di Universitas tetangga; atau sekolah-sekolah bermerk internasional yang didalamnya ada Emon. Tetapi Universitas Kehidupan….. ”

Pendidikan: Mengapa Penting Gak Penting?

Sebagai gambaran awal, berdasarkan visi-misi dan juga hasil tiga kali debat dari kedua Capres-Cawapres, kita dapat menarik benang merah diantaranya bahwa keduanya sama-sama mementingkankan isu pendidikan yang ‘seksi’ ini. Isu ini seksi karena proses pendidikan ibarat candu yang membuat seluruh sektor tidak bisa lepas dari jeratnya. Pendidikan penting karena terakit proses pembangunan sumberdaya manusia.

Namun disisi lain, pendidikan menjadi tidak penting ketika kita semua terlalu mendewakan sekolah, universitas dan juga mengamini bahwa hak untuk belajar dibatasi olehnya. Hal ini sejalan dengan perkataan Ivan Illich dimana seharusnya pendidikan didasarkan atas peningkatan kesempatan bagi setiap orang untuk mengubah setiap momen dalam hidupnya menjadi momen belajar, berbagi pengetahuan dan peduli satu sama lain.[3] Bagi kami, semua itu hanya bisa dilakukan di Universitas Kehidupan.

Visi-Misi Presiden: Membangun Universitas Kehidupan? 

Dengan maraknya kejahatan dunia pendidikan membuat kita harus mempertanyakan tujuan dibuatnya lembaga pendidikan itu sendiri. Apakah lembaga pendidikan di Indonesia ini memang di desain untuk melahirkan seorang negarawan, politisi, pembunuh kelas kakap, menjadi artis porno, atau bahkan memproduksi korban Emon selanjutnya?Penting sekali bagi kita untuk mengetahui. Ini akan berkaitan dengan pembangunan Universitas Kehidupan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara yang dikutip Mohammad Yamin dalam sebuah penggambaran proses humanisasi, berilah kemerdekaan kepada anak-anak didik kita: bukan kemerdekaan yang leluasa, tetapi yang terbatas oleh tuntutan-tuntutan kodrat alam yang nyata dan menuju ke arah kebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Agar kebudayaan itu dapat menyelamatkan dan membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan masyarakat, maka perlulah dipakai dasar kebangsaan, tetapi jangan sekali-kali dasar ini melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas yaitu dasar kemanusiaan”.[4]

Universitas Kehidupan yang kami katakan disini pada hakikatnya lahir atas dasar pemikiran diatas. Dia lahir di bumi manusia, tepatnya sejak manusia hadir ke dunia. Sejak saat itu pula manusia telah belajar. Belajar untuk bertahan hidup dengan menyusui. Ketika mulai bertumbuh, manusia-manusia ini mulai belajar merangkak, duduk, berdiri, berjalan, hingga berlari. Bahkan saat dewasa, manusia mulai ngerti mengapa dirinya harus belajar dalam hidup. Dan ketika manusia sudah ngerti mengapa dirinya harus belajar, manusia takkan pernah lagi mendewakan sekolah, universitas pada umumnya. Sebab, itu merupakan salah satu instrumen saja dalam mencari ilmu pengetahuan. Dan jika manusia mengtahui sumber mata air nya, itu terletak pada seluruh momen kehidupannya. Manusia telah ngrasa bahwa kehidupan tidaklah sesempit sekolah, universitas pada umumnya. Akhirnya, manusia nglakoni proses belajar dari setiap momen kehidupannya. Inilah dasar yang membuat konsep pendidikan ini penting untuk dilaksanakan karena mengedepankan dasar kemanusiaan.

Namun belajar dalam hidup ini seringkali dipandang sempit seperti kandang ayam. Inilah gambaran ketika kita terlalu mendewakan sekolah, universitas pada umumnya. Kita butuh seseorang yang sekiranya mampu melucuti kemapanan ini dengan hanya bekerja;mengaduk semen, batu krikil dan air agar dapat menjadi adukan yang bisa membangun sebuah Universitas Kehidupan. Biarkan manusia-manusia ini yang menjadi arsitek atas bangunannya sendiri.

Presiden adalah sosok yang tepat sebagai tukang aduk nya. Karena dia dimandatkan atas kepercayaan rakyat; bertugas untuk menginfaqkan dirinya bagi kemaslahatan rakyat, maka jelas, rakyat lah penguasa sesungguhnya. Presiden hanya sebagai pelayan bagi rakyat. Jadi, kalau presiden tidak mau melakukannya, mending jadi maskot piala dunia saja.

Jika keduanya bersepakat untuk berbakti pada bangsa dan negara, keduanya harus membuktikannya sehabis sumpah nanti. Namun sebelum sampai tahapan itu, kita perlu cek visi-misinya dalam membangun Universitas Kehidupan ini. Boleh jadi semen yang digunakan si tukang aduk ini bukan hasil membeli di toko bangunan, tapi hasil bajak truk semen di jalur pantura. Oleh karena itu, kita harus memastikan visi-misi Presiden dalam membangun; bahwa bahan-bahan yang diberikannya ini berasal dari sesuatu yang halal(hasil pemikirannya), sehingga dapat membawa manfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Isu pendidikan yang paling nyentrik akhir-akhir ini (setelah kami rangkum) adalahpendidikan murah-berkualitas, pendidikan inklusif dan kurikulum yang memberatkan (baik pendidik maupun peserta didik). Karena target pembaca kami adalah kalangan mahasiswa, kami membatasi ruang lingkung bahasan pendidikan hanya ditingkatUniversitas saja.

Untuk jelasnya, kita mulai dari Pasangan nomor urut 1, Prabowo-Hatta (kemudian disebut:Wotta). Visi-misinya bernama “Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Bangsa”, dengan delapan agenda pokoknya.[5] Agenda pendidikan Wotta ada pada poin IV: Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui reformasi pendidikan, dengansembilan turunannya.[6] Berikut kami sampaikan sembilan turunan visi-misi Wotta dalam menangani permasalahan pendidikan nasional:

Wotta

1. Memperkuat karakter bangsa yang berkepribadian Pancasila, menjunjung tinggi sifat jujur, disiplin dan patuh terhadap hukum, toleransi terhadap perbedaan suku, agama dan ras, menghargai budaya bangsa melalui pendidikan Pancasila, kebangsaan dan budi pekerti

2. Meningkatkan realokasi dan peningkatan efisiensi terhadap pos-pos belanja pendidikan dalam APBN yang dipandang tidak efektif dan atau boros

3. Melaksanakan wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara, menghapus pajak buku pelajaran, menghentikan penggantian buku pelajaran setiap tahun, dan mengembangkan pendidikan jarak jauh terutama untuk daerah yang sulit terjangkau dan miskin

4. Meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru, dosen dan penyuluh. Menjadikan guru sebagai profesi terhormat, sejahtera dan bertanggung jawab, antara lain melalui: (a) pengiriman tunjangan profesi guru bersertifikiat langsung ke rekening guru yang bersangkutan, (b) merekrut 800 ribu guru selama 5 tahun, (c) menaikkan tunjangan profesi guru menjadi rata-rata Rp.4 juta/bulan

5. Merevisi kurikulum nasional dengan memantapkan pengembangan budaya bangsa yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945, memajukan karsa dan karya bangsa yang memiliki daya saing tinggi, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjunjung kearifan lokal; dan mewajibkan kurikulum matematika dan bahasa inggris untuk sekolah dasar serta pendidikan anti korupsi

6. Memperbaiki secara masif kualitas dari pendidikan di seluruh SD, SMP dan SMA serta pesantren/sekolah agama sederajat, melalui pengalokasian dana perbaikan kualitas fasilitas pendidikan (DPKFP) rata-rata Rp. 150 juta/sekolah; dan meningkatkan kualitas fasilitas pendidikan di universitas, baik negeri maupun swasta, dengan alokasi dana APBN Rp. 20 Triliun selama 2015-2019.

7. Mengembangkan fasilitas dan keadilan penyelenggaraan pendidikan melalui program menyediakan komputer di sekolah dasar dan menengah, sekolah kejuruan, sekolah agama dan pesantren, memberikan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu dan lulusan baru serta pencari kerja yang mengikuti pelatihan pada bidang dan lembaga tertentu yang direkomendasikan oleh negara, menyediakan fasilitas kredit bank untuk mahasiswa berprestasi, serta membangun jaringan internet gratis

8. Memberikan insentif kepada perusahaan/lembaga swasta yang menjalankan program magang bagi lulusan baru dengan persetujuan pemerintah

9. Mengembangkan sekolah-sekolah kejuruan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maritim dan industri, termasuk balai latihan kerja

Pasangan Wotta cukup berhasil dalam menjabarkan visi-misi pendidikan nasional Universitas kedepannya. Kelebihan Wotta terlihat poin 1, 2, 4, 5, 6 dan 7 (lihat sendiri diatas). Secara konsisten, Wotta berkomitmen untuk mencegah kebocoran APBN. Kemudian dia juga akan menempatkan pendidikan anti-korupsi kedalam perubahan kurikulum. Ini adalah bukti konkritnya untuk mencegah lahirnya calon koruptor baru. Dia juga akan menjadi profesi dosen sebagai profesi terhormat dengan menaikan tunjangan profesi guru menjadi 4 juta/bulan. Selanjutnya, pemberian layanan fasilitas kredit[7] bagi mahasiswa berprestasi akan sangat berguna bagi mereka dalam mejalani kehidupan sehari-hari, terlebih ketika ingin berwirausaha sambil berkuliah. Lalu peningkatan kualitas fasilitas pendidikan di Universitas baik negeri maupun swasta dengan alokasi dana Rp. 20 Triliun selama 2015-2019. Tentunya akan sangat membantu mahasiswa dan dosen dalam pengembangan IPTEK sesuai dengan visi-misi Wotta (pendidikan berkualitas).

Namun terdapat beberapa kelemahan Wotta. Mereka tidak menaruh perhatian pendidikan murah (hanya berkualitas) pada level Universitas (lihat poin 2: hanya untuk SD-SMA/sederajat). Wotta juga tak menyinggung sedikitpun keberpihakannya terhadap pendidikan inklusif. Padahal salah satu tugas Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa syarat. Tidak ada kejelasan pula mengenai gagasan pengembangan pendidikan jarak jauh, terutama untuk daerah yang sulit terjangkau dan miskin. Bagaimana caranya? Apakah masuk ke kampung-kampung, menyediakan tempat-tempat belajar di Balai Desa, atau seperti apa? Setelah itu perubahan juga dalam membenahi kurikulum yang memantapkan kebudayaan bangsa melalui Pancasila dan UUD 1945. Bagaimana proses pengintegrasian antara kurikulum yang baru dengan gagasan diatas. Apakah dengan memasukkan mata kuliah Pancasila sebanyak 144 sks sampai mabok? Inilah yang tidak dapat kami tangkap dari Wotta. Jangan sampai perubahan kurikulum makin memberatkan pendidik dan peserta didik.

Beralih kita kedalam visi-misi Pasangan nomor 2, Jokowi-JK (yang kemudian disebut:Kojek). Visi-misinya bernama Nawa Cita yang berisi Sembilan Agenda Prioritas.[8] Agenda yang melingkupi pendidikan terdapat pada poin-poin berikut:

Poin 5, Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program kartu ‘Indonesia Pintar’ dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. Poin 6, Kami akan meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar internasional dengan membangun sejumlah politeknik dan SMK dengan parasarana dan sarana teknologi terkini (bagian bawah). Poin 8, Kami akan melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembalui kurikulum. Dan Poin 9, Kami akan memperteguh ke-Bhineka-an dan restorasi sosial Indonesia melalui pendidikan ke-Bhineka-an.

Didalamnya terdapat BAB: Berkepribadian Dalam Bidang Kebudayaan. Nomor 1, dari (a) sampai (j) yang secara khusus membahas mengenai agenda pendidikan nasional, antara lain:[9]

Kojek

a. Kami akan menata kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan seperti: pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budi pekerti dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didalam kurikulum pendidikan Indonesia

b. Kami berkomitmen untuk memperjuangkan agar biaya pendidikan terjangkau bagi seluruh warganegara

c. Kami tidak akan memberlakukan lagi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional – termasuk didalamnya Ujian Akhir Nasional

d. Kami berkomitmen memperjuangkan pembentukan kurikulum yang menjaga keseimbangan aspek muatan lokal (daerah) dan aspek nasional, dalam rangka membangun pemahaman yang hakiki terhadap ke-bhineka-an yang tunggal ika

e. Kami akan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung proses transfer pengetahuan dan pendidikan ajar terjadi

f. Kami berkomitmen untuk melakukan rekrutmen dan distribusi tenaga pengajar (guru) yang berkualitas akan dilakukan secara merata

g. Kami akan memberikan jaminan hidup yang memadai para guru yang ditugaskan didaerah terpencil, dengan pemberian tunjangan fungsional yang memadai, pemberian asuransi yang menjamin keselamatan kerja, fasilitas-fasilitas yang memadai dalam upaya pengembangan keilmuan serta promosi kepangkatan dan karir

h. Kami berkomitmen untuk mewujudkan pemerataan fasilitas pendidikan diseluruh wilayah terutama wilayah-wilayah yang selama ini diidentifikasi sebagai area dimana tingkat dan pelayanan pendidikan rendah atau buruk dilakukan. Salah satunya adalah penyediaan dan pembangunan sarana trasnportasi dan perbaikan akses jalan menuju fasilitas pendidikan/sekolah dengan kualitas yang memadai

i. Kami akan memperjuangkan UU Wajib belajar 12 tahun dengan membebaskan biaya pendidikan dan segala pungutan

j. Kami akan memberikan perhatian yang tinggi terhadap pendidikan yang berbasiskan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara garis besar, visi-misi pendidikan nasional Universitas yang diusung Kojek sama baiknya dengan Wotta. Semua terlihat pada poin: a, b, d, f, g, h, dan jKojekberkomitmen untuk menyelenggarakan pendidikan terjangkau bagi seluruh warganegara; juga peningkatan sarana-prasarana pendidikan yang medukung proses transfer pengetahuan. Inilah yang membuat mahasiswa dan calon mahasiswa. Dia juga menyentuh pola rekrutmen guru agara berkualitas juga pada jaminan hidup guru yang ditugaskan didaerah terpencil dan juga pemeretaan fasilitas dan penyediaan layanan trasportasi menuju akses pendidikan terutama didaerah dengan tingkat layanan pendidikan rendah. Kojek sangat menekankan pada perubahan sistem kurikulum. Ini terlihat pada penataan kembali aspek pendidikan kewarganegaraan melalui cara-caraya (ini yang membedakan antara Kojek dengan Wotta). Pembentukan kurikulum yang menjaga aspek keseimbangan aspek muatan local dan nasional dalam rangka membangun pemahaman ke-bhinekaan yang tunggal ika (revolusi mental).

Namun Kojek pun memiliki kekurangan. Dia juga tidak menunjukkan keberpihakannya kepada pendidikan inklusif yang seharusnya mendapat perhatian lebih. Kemudian dengan banyakanya gagasan perubahan kurikulum, akankan ini mempermudah atau malah justru mempersulit pendidikan dan peserta didik.  Sebab tidak ada jaminan pendidikan yang digagasnnya akan lebih baik jika implementasinya buruk. Terakhir, yang perlu diperhatikan adalah banyaknya janji dalam visi-misi ini tidak dibarengi oleh berapa besar alokasi dana yang dibutuhkan. Pasalnya ini penting. Mengingat semua gagasan pembangunan memerlukan biaya. Jangan sampai nanti Pulau Bali dijual untuk mendapatkan biaya pembangunan pendidikan nasional.

Dalam hemat kami, Wotta sangat konsisten dengan kata bocor… bocor… Sehingga memberi keyakinan kepada kita untuk dapat membasmi ketidak-efektif dan ketidak-efisien-an dalam pengelolaan Anggaran. Ini dibuktikan dengan pemasukan pendidikan anti-korupsi yang justru dipopulerkan pertama kali oleh Anies Baswedan (Jubir Kojek)  di Universitas Paramadina (sebab, Kojek tidak memiliki gagasan pendidikan anti-korupsi dalam visi-misinya). Namun kekurangannya, gagasan yang dibawa oleh Wotta kurang memenuhi standar awal penyelesaian isu-isu nyentrik akhir-akhir ini. Sedangkan Kojeksedikit lebih baik dalam memenuhi stadar awal penyelesaian isu-isu nyentrik seperti pendidikan murah-berkualitas dan perubahan kurikulum, walau belum mampu untuk menyelesaikan pendidikan inklusif. Dan yang terpenting, biaya perlu dipikirkan agar visi-misi ini bukan hanya sekedar retorika dan alat jual yang dirancang oleh beberapa dosenkami di UGM.

Namun perlu kalian ketahui, keduanya masih belum bisa menggagas konsep universitas kehidupan secara murni. Sebab dari visi-misi keduanya, hanya menekankan dasar kebudayaan dan kebangsaan, namun belum ada satupun yang berani menggarap ide dasar kemanusiaan.  Kalaupun ada, itupun tak lebih dari satu jengkal kata-kata saja. Sehingga baik Wotta atau Kojek, menurut Anda manakah yang menjanjikan akan menjaditukang aduk semen yang kompeten dalam membangunan Universitas kehidupan? Atau malah tidak keduanya? –Silakan nilai sendiri…

 

Refleksi

Secara teoritik, pendidikan nasional yang sedang dijalankan pemerintah Indonesia saat ini menurut Paulo Freire adalah menggunakan pendidikan gaya bank. Pendidikan dengan model seperti ini hanya menekankan peranan pendidik, yakni mengatur cara dunia masuk kedalam diri para mahasiswa; menabungkan informasi kepada mahasiswa yang dianggap sebagai pengetahuan sebenarnya. Mahasiswa tidak diberikan ruang untuk berdiskusi, mempertanyakan hal yang sudah mapan; akhirnya murid menjadi pasif. Dengan keadaan seperti ini, Freire memperkenalkan konsep pendidikan hadap-masalah. Pendidikan yang mengedepankan intensionalitas; menolak pernyataan sepihak dan menjunjung komunikasi dua arah; kesadaran sebagai kesadaran atas kesadaran.[10]

Mahasiswa Indonesia banyak yang tidak merasa bahwa kemanusiaannya telah dirampas oleh dosen. Di kampus-kampus hanya duduk manis mendengarkan guru menina-bobokan pelajaran yang sebenarnya sama sekali tak ingin kita dengarkan. Baik pemerintah ataupun mahasiswa juga begitu mendewakan kampus. Kampus dikenal melahirkan mahasiswa yang kritis dengan berbagai julukannya (agent of change, iron stock, dsb).

Isu ini mengandung tingkat urgensi tertinggi sebab berimplikasi pada pengembangan sumberdaya manusia yang selanjutnya akan mengurusi seluruh urusan kehidupan. Namun banyak dari kita yang belum berkesadaran bahwa sebenarnya kemanusiaan kita sedang dirampas. Kesadaran untuk menumbuhkan semangat pendidikan hadap-masalahsangat dibutuhkan dengan mengedepankan sisi dialog.

Sayangnya, menurut hemat kami, baik Wotta ataupun Kojek tidak ada yang berani untuk mengubah kepada model pendidikan yang memanusiakan manusia ini. Maka menurut kami, keduanya belum mampu menjajikan suatu perubahan pendidikan nasional kearah yang lebih baik.

Sesuai dengan kerangka berpikirnya Gerakan Menolak Bodoh. Kami meminta Anda untuk berpikir ulang. Boleh jadi kita mendukung satu atau bahkan kedua calon. Namun, semua tidak ada artinya tanpa sebuah pertimbangan dan proses berpikir. Bukan jamannya lagi kita ikut-ikutan apa yang orang lain katakan. Kita mesti berpikir secara mandiri, tak larut dengan opini kebanyakan orang. Sudah tiba saatnya Indonesia memiliki pemimpin yang dipilih dengan cara yang cerdas. Dan itu dimulai dari mendidik dan memanusiakan diri sendiri.

 

Penutup Yang Tak Kenal ‘Kata Penutup’

Permasalahan pendidikan nasional tidak bisa diselesaikan hanya dengan orasi-orasi yang mendatangkan banyak tepuk tangan. Bukan juga diselesaikan dengan cara blusukan ke kampung-kampung yang mengundang simpati banyak orang. Permasalahan pendidikan nasional ini adalah masalah kita bersama.

Namun kami harus rehat sejenak dari hadapan pembaca bukan untuk menutup proses belajar kita. Kami hanya sekedar melanjutkan mata kuliah pengganti dikelas sebelah. Kami meyakini bahwa tindakan dosen yang sekedar menina-bobokan kita semua akan segera berakhir cepat ataupun lambat. Presiden Republik Indonesia terpilih nantinya bukanlah seorang arsitek yang tugasnya merancang masa depan mahasiswa Indonesia. Dia hanya layak dijadikan sebagai tukang aduk semen yang tugasnya menyatukan berbagai bahan, antara lain: kurikulum bagi semua, pendidik yang dialogisdan kebebasan bagi mahasiswa untuk belajar. Biarkan mahasiswa memanusiakan dirinya dengan merancang masa depannya sendiri. Entah ingin menjadi presiden atau istri presiden; menjadi dosen atau pedagang kue pancong; menjadi penyanyi dangdut atau atlet sepak takraw. Asalkan mereka tidak jadi Emon, mereka tersenyum dan menjalankan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab (untuk Allah SWT, bangsa, dan almamater, juga anak dan istri) tanpa bertentangan dengan norma yang berlaku; kami akan sangat bahagia. Yang jelas, mereka tetap mengerti akan makna ‘belajar’ yang sebenarnya.

Persoalan pendidikan penting gak penting memang begitu adanya; karena kondisi pendidikan kita hari ini masih pada tahapan yang menganggap penddikan adalah investasi masa depan namun masih saja mendewakan sekolah. Seharusnya pendidikan dapat diperoleh dimana saja, kapan saja, dan untuk seluruhnya.

Namun kita harus berbenah diri. Kami ucapkan selamat datang kepada kalian di Universitas Kehidupan. Universitas yang tidak lagi mendewakan sekolah; bahkan menjadikan seluruh momen dalam hidupnya sebagai proses belajar. Dan itu semua, saat ini harus kalian temukan sendiri. Sebab baik Wotta ataupun Kojek belum berani maju ketahapan itu. Selamat jalan bagi mereka pejuang kehidupan yang baru saja mampir ke halaman facebook kami. Kami percaya bahwa kalian takkan pernah menutup mata, mulut ataupun telinga dari proses belajar.

Ingatlah, penutup ini tak kenal kata penutup. Sebab proses belajar tak mengenal kata akhir (kecuali ajal). Dengan penuh harap, kami nantikan cerita perjalanan belajar kalian yang menyenangkan itu, disini.

 

Bulaksumur, 28 Juni 2014

Dalam kondisi riang dan gembira

menyambut datangnya bulan suci Ramadhan

Tim Kajian Strategis DEMA FISIPOL UGM

 

[1] Zahara Idris , Dasar-dasar Pendidikan, (Padang : Angkasa Raya, 1991) hlm. 9.

[2]http://edukasi.kompas.com/read/2014/05/05/1134472/Kita.Melupakan.Ki.Hajar.Dewantara.dalam.Konsep.Pendidikan.Modern.

[3] Illich, Ivan. 2008. “Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. x.

[4] Moh.Yamin, “Menggugat Pendidikan Indonesia; Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara”,( Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 177.

[5] Silakan Tanya mbah Google dengan kata kunci ‘visi-misi Prabowo-Hatta’. Dia Pasti tau.

[6] Lihat visi-misi Prabowo-Hatta, hlm. 5-6.

[7] Fasilitas Kredit Bank adalah bank credit yaitu sejumlah uang yang diciptakan oleh bank dalam bentuk kredit  melalui sarana kredit dari diskonto yang diberikan dengan atau tanpa kolateral atau tanpa agunan; jumlah yang dicairkan diawasi oleh bank sentral.

[8] Silakan Tanya mbah Google dengan kata kunci ‘visi-misi Jokowi-JK’. Dia Pasti tau.

[9] Lihat visi-misi Jokowi-JK, hlm. 38-40

[10] Freire, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LPE3S. hlm. 61.

Categories:

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.